Tak Terima Disebut Kriminalisasi Aktivis, Tim Hukum Moeldoko: Tak Berdasar, Hanya Pengalihan Isu!

JurnalPatroliNews, Jakarta – Tim hukum Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Otto Hasibuan, mengatakan pihaknya tidak melakukan kriminalisasi terhadap aktivis. Termasuk kepada peneliti ICW Egi Primayogha.

“Dalam kasus ini tidak ada kriminalisasi,” ujar Otto kepada Suara.com, Jumat (30/7/2021).

Pernyataan Otto sekaligus merespon Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur yang menyebut tindakan Moeldoko berpotensi besar menurunkan nilai demokrasi di Indonesia dan melanggengkan praktik kriminalisasi terhadap organisasi masyarakat sipil.

Otto mengatakan kliennya memberikan kesempatan kepada ICW maupun terhadap peneliti ICW Egi Primayogha untuk membuktikan tuduhan adanya keterlibatan Moeldoko dalam bisnis obat Ivermectin dan mencabut pernyataan tuduhan kepada Moeldoko.

Sehingga pihaknya tidak begitu saja melaporkan ICW kepada polisi.

“Karena pak Moeldoko memberi kesempatan kepada ICW untuk membuktikan tuduhan. Jadi tidak sekonyong-konyong lapor polisi,” ucap dia.

Otto menyebut pernyataan melanggengkan praktek kriminalisasi tidak berdasar. Bahkan Otto menyebut pernyataan LBH yang mewakili 109 organisasi masyarakat sipil hanya pengalihan isu dan permainan retorika.

“Jadi pernyataan yang menyatakan itu melanggengkan kekuasaan adalah tidak berdasar dan hanya mengalihkan isu dan permainan retorika,” ucap Otto.

Lebih lanjut, Otto mengingatkan bahwa tak boleh berlindung dengan membawa nama demokrasi untuk melakukan fitnah dan pencemaran nama baik. Demokrasi kata Otto, harus berpijak pada hukum.

“Negara kita adalah negara hukum, jadi kita tidak boleh berlindung dengan demokrasi untuk melakukan fitnah dan pencemaran nama baik. Karena demokrasi harus berpijak pada hukum,” katanya.

Sebut Kriminalisasi

Sebelumnya Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur mewakili 109 organisasi masyarakat sipil merespon somasi dari pihak Moeldoko.

Menyikapi langkah Moeldoko memakai upaya pelaporan polisi, kata Isnur, setidaknya ada dua isu yang tampak oleh masyarakat.

Pertama, upaya pemberangusan nilai demokrasi. Patut dipahami, peraturan perundang-undangan telah menjamin hak setiap masyarakat atau organisasi untuk menyatakan pendapat.

“Terlepas dari rangkaian pengabaian regulasi terkait hak menyatakan pendapat, langkah Moeldoko ini pun berpotensi besar menurunkan nilai demokrasi di Indonesia,” ujar Isnur.

“Kedua melanggengkan praktik kriminalisasi terhadap organisasi masyarakat sipil,” kata Isnur menambahkan.

Praktik kriminalisasi ini tak lepas dari temuan data SAFENet, dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, kriminalisasi menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik banyak menyasar masyarakat dari berbagai kalangan, seperti : aktivis, jurnalis, hingga akademisi.

“Mirisnya, mayoritas pelapor justru pejabat publik,” ungkap Isnur.

Dia mengatakan, sebenarnya tanpa mesti menempuh jalur hukum, Moeldoko dapat menyampaikan bantahan atas temuan ICW dengan menggunakan hak jawab sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pers.

Sebab, kata Isnur, hasil penelitian ICW tersebut diketahui khalayak ramai oleh karena dimuat dalam berbagai pemberitaan media.

“Dalam negara demokrasi, mekasnisme ini lah yang harusnya didorong dan ditempuh, bukan dengan ancaman pidana,” ungkapnya.

Pada Kamis (29/7/2021), Moeldoko lewat pengacaranya, Otto Hasibuan meminta peneliti ICW Egi maupun ICW dalam waktu 1×24 jam segera membuktikan tuduhan adanya keterlibatan Moeldoko dalam bisnis obat Ivermectin.

Selanjutnya, bila ICW tak dapat membuktikan tuduhannya itu, ataupun tidak membuat penyataan untuk mencabut segala tuduhan itu.

Maka dalam waktu 1×24 jam setelah konferensi pers ini, Otto yang mewakili Moeldoko sebagai kuasa hukum akan melaporkan ke polisi atas perbuatan pencemaran nama baik.

“Kalau tidak membuktikan tuduhannya dan kemudian tidak mau mencabut pernyataannya dan tidak bersedia meminta maaf kepada klien kami, maka kami akan melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib,” ucap Otto, Kamis (29/7/2021) kemarin.

“Bahwa dari fakta-fakta yang disampaikan ICW, kami berpendapat sangat cukup bukti perbuatan ini memenuhi unsur pidana. Pasal 27 ayat 3 jo tentang ITE.”

(wte)

Komentar