Pilkada dan Pilkoplo di Tahun 2024: Pendidikan Politik Bangsa atau Sekedar Dagang Sapi

Begitu pula aktivitas politik yang bersimbiosis dengan kekuatan ekonomi (atau oligarki) menelurkan janji-janji konsesi yang bakal dituai manakala “perebutan kekuasaan” dimenangkannya.

Bursa calon kepala daerah semakin ramai. Mantan kepala daerah seperti Ali Sadikin (jaman lampau) dan duet Jokowi-Ahok (contoh kontemporer) bisa dijadikan role-model kepemimpinan ideal.

Kepala daerah yang mendedikasikan jabatannya untuk membela kepentingan rakyat daerahnya. Pemimpin yang inovatif dan berani membongkar kejumudan di birokrasi.

Berani frontal menghadapi DPRD di daerahnya yang cuma mementingkan pokir-pokir dalam rancangan anggaran daerahnya masing-masing. Padahal semua tahu sama tahu itu hanyalah “proyek-proyek titipan” yang ujungnya bermotif penggarongan berjamaah. Konspirasi antara eksekutif dengan legislatif (plus parpolnya di belakang layar).

Kapan semua itu (konspirasi korupsi yang seolah dilegalkan) bakal berakhir? Kapan transparansi anggaran bisa terealisasi?

Usulan Jeffrie Geovani (Ketua Dewan Pembina PSI) tentang koalisi permanen dengan konsep Barisan Nasional menjadi imperatif. Sehingga Pilkada serentak 2024 ini bisa menjadikan kerja politik kita semakin efisien dan efektif. Bukan sekedar jadi semacam Pilkoplo yang bikin teler dan yang cuma bikin kepala kita geleng-geleng sambil fly.

Kita tidak mau Pilkada serentak 2024 hanya jadi ajang dagang sapi, siapa bisa jorjoran membakar duit maka dia yang menang. Kita ingin mendapatkan profil kepemimpinan daerah yang seperti Ali Sadikin dan duet Jokowi-Ahok dulu.

Duet Prabowo-Gibran di Istana Negara akan sukses jika ditopang oleh para kepala daerah yang kompeten di seantero Nusantara. Mereka yang bisa bahu membahu dengan pemerintah pusat merealisasikan Asta-Cita-nya Prabowo-Gibran sebagai kelanjutan dari Nawa-Cita-nya Jokowi.

Komentar