Aneh…! 3 Tahun Tak Terima Kunci, Pembeli Meikarta Malah Dikejar Bank

JurnalPatroliNews – Jakarta – Para konsumen Meikarta menangis dan hanya meminta agar hak-haknya dikembalikan saat mengunjungi Bank Nobu di Jakarta, Senin (19/12). Bank Nobu merupakan bank penyelenggara Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) Meikarta, Bekasi, yang proyeknya mangkrak. Ada banyak dari pembeli Meikarta sengaja tak melanjutkan cicilan KPA karena unit yang dijanjikan belum diserahterimakan.

Namun, keputusan nasabah yang tak membayarkan cicilan punya konsekuensi serius. Salah seorang konsumen Meikarta, Waluyo mengatakan bahwa dia sempat didatangi pihak Bank Nobu di kediaman pribadinya, sebab tidak mengindahkan Surat Peringatan (SP) yang telah dikirimkan Bank Nobu karena tidak lanjut membayarkan angsuran.

“Karena saya sudah hold cicilan, dan datang SP. Terakhir ada datang orang Nobu ke rumah saya, memfoto rumah saya. Saya tanya untuk apa? Untuk dokumentasi katanya, terus saya tanya lagi untuk apa? kan ini rumah saya nggak dijadikan jaminan, lalu itu apa artinya? Sampai foto-foto begitu,” kata Waluyo kepada rekan media Senin (19/12/2022).

Waluyo mengatakan, hal serupa tidak hanya dialami oleh dia, tetapi banyak dari korban Meikarta lainnya yang memutuskan untuk hold cicilan didatangi oleh pihak Bank Nobu. Alasannya, karena untuk dokumentasi dan BI checking.

“Dan itu nggak cuman saya, setelah saya tanya ke rekan-rekan, mereka juga banyak difoto-foto (rumahnya), ditanya-tanya seputar BI checking,” tuturnya.

Waluyo mengatakan, dia memutuskan berhenti mencicil angsurannya pada bulan April 2021. Menurutnya, buat apa melanjutkan pembayaran kalau wujud dari unitnya saja tidak terlihat.

“Saya mau bayar untuk apa? Unit nggak ada, kecuali dia bisa menunjukkan unitnya, oke saya bayar. Seharusnya batas akhir serah terima kunci saya tahun 2019. Saya tagih, tapi (ternyata) tidak ada wujudnya,” tuturnya.

Pada kala itu, dia mengaku sedang mengalami kesulitan dampak dari pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia. Usahanya gulung tikar, serta ada tanggung jawab untuk menghidupi keluarganya, tetapi juga masih harus membayarkan cicilan yang wujudnya belum jelas.

“Menyangkut bisnis saya juga sedikit gulung tikar. Jadi saya bela-belain untuk membayar (cicilan), sampai aset-aset saya sebagian dijual karena memang untuk kebutuhan hidup, juga untuk kebutuhan pembayaran cicilan,” tambahnya.

Sementara dari pihak Bank Nobu, lanjut dia, tidak ada istilahnya itikad baik. Ia mengatakan, perjuangan para korban seperti tidak dihargai.

Komentar