Setelah 3 Kali Rapat Paripurna, Gagal Disetujui DPR, HNW Nilai : Perppu Ciptaker Tak Bisa Diberlakukan Lagi, Alasannya..!

Lebih lanjut, HNW menjelaskan ketentuan Pasal 22 UUD NRI 1945 kembali ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan sebagaimana diubah beberapa kali dan terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 52 ayat (1) UU tersebut yaitu Yang dimaksud dengan ‘persidangan yang berikut’ adalah masa sidang pertama DPR setleah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan.

HNW mengungkapkan krolonologisnya Perppu ditetapkan pada 30 Desember 2022. Lalu, Masa Sidang III Tahun Sidang 2022-2023 telah dimulai sejak 10 Januari dan berakhir pada 16 Februari 2023, dan selama itu telah terjadi 3 kali rapat paripurna DPR.

Rapat terdekat dari dikeluarkannya Perppu adalah rapat paripurna DPR pada 10 Januari 2023 yang juga tidak ada keputusan persetujuan terhadap Perppu sebagaiaman diatur dalam UUD.

“Artinya, hingga masa sidang ditutup melaluai rapat paripurna ke 3 sesudah Perppu dikeluarkan, yakni sidang paripurna DPR pada 16 Februari 2023, tidak ada persetujuan dari DPR. Hingga saat ini kondisinya DPR sudah memasuki masa reses,” imbuh HNW.

HNW menuturkan memang sempat ada pembahasan dan persetujuan mengenai Perppu tersebut di Badan Legislasi DPR RI pada Rabu (15/2), tetapi dengan penolakan dari Fraksi PKS, Fraksi Partai Demokrat dan DPD. Namun, rapat tersebut tidak bisa dianggap persetujuan DPR terhadap Perppu walau disetujui oleh mayoritas fraksi dan pemerintah, karena masih dalam pembahasan tingkat I.

“Berdasarkan konvensi dan praktek di DPR dan peraturan perundang-undangan beserta tatib DPR, yang namanya persetujuan itu adalah di pembahasan tingkat II di Rapat Paripurna. Nah, ini tidak ada persetujuan di tingkat II di rapat paripurna,” tuturnya.

HNW menambahkan hal tersebut diperkuat Pasal 52 ayat (4) dan ayat (5) UU Pembentukan Peraturan Perundangan yang menyebutkan bahwa persetujuan di rapat paripurna. Oleh karena itu, karena tidak ada persetujuan ini, konsekuensinya adalah merujuk kepada Pasal 52 ayat (6), bahwa DPR atau Presiden harus mengajukan RUU tentang Pencabutan Perppu Ciptaker ini.

HMW menambahkan agar tertib secara ketatanegaraan, DPR dan Presiden harus segera mengajukan RUU tentang Pencabutan Perppu Ciptaker, sebagai konsekuensi tidak berhasil mendapat persetujuan di rapat paripurna DPR.

Apalagi tidak segera disetujuinya Perppu oleh DPR dalam persidangan berikut, menandakan tidak adanya ‘kegentingan memaksa’ yang jadi rujukan utama mengapa Perppu dibuat.

“Pemerintah sendiri selalu menegaskan tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 yang bahkan lebih baik dari banyak negara G20, kegentingan memaksa itu makin tidak nyata,” jelas HNW.

“Pemerintah dan DPR penting segera menetapi seluruh ketentuan UUD soal Perppu, apalagi penolakan Perppu dan soal pencabutan Perppu Ciptaker ini juga sudah disuarakan oleh kalangan masyarakat luas, baik dari akademisi/pakar hukum tata negara maupun dari organisasi masyarakat sipil, di antaranya adalah Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia,” sambungnya.

HNW menambahkan hal tersebut diperkuat Pasal 52 ayat (4) dan ayat (5) UU Pembentukan Peraturan Perundangan yang menyebutkan bahwa persetujuan di rapat paripurna. Oleh karena itu, karena tidak ada persetujuan ini, konsekuensinya adalah merujuk kepada Pasal 52 ayat (6), bahwa DPR atau Presiden harus mengajukan RUU tentang Pencabutan Perppu Ciptaker ini.

HMW menambahkan agar tertib secara ketatanegaraan, DPR dan Presiden harus segera mengajukan RUU tentang Pencabutan Perppu Ciptaker, sebagai konsekuensi tidak berhasil mendapat persetujuan di rapat paripurna DPR.

Apalagi tidak segera disetujuinya Perppu oleh DPR dalam persidangan berikut, menandakan tidak adanya ‘kegentingan memaksa’ yang jadi rujukan utama mengapa Perppu dibuat.

“Pemerintah sendiri selalu menegaskan tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 yang bahkan lebih baik dari banyak negara G20, kegentingan memaksa itu makin tidak nyata,” jelas HNW.

“Pemerintah dan DPR penting segera menetapi seluruh ketentuan UUD soal Perppu, apalagi penolakan Perppu dan soal pencabutan Perppu Ciptaker ini juga sudah disuarakan oleh kalangan masyarakat luas, baik dari akademisi/pakar hukum tata negara maupun dari organisasi masyarakat sipil, di antaranya adalah Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia,” sambungnya.

Komentar