JurnalPatroliNews – Jakarta – Perubahan iklim telah menjadi isu yang semakin mengkhawatirkan bagi seluruh dunia, termasuk Indonesia. World Meteorological Organization (WMO) baru-baru ini mengumumkan bahwa tahun 2023 telah menjadi tahun terpanas sejak dimulainya pencatatan suhu secara instrumental. Suhu rata-rata global naik sebesar 1,40 derajat Celsius di atas level sebelum era industri.
Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, angka ini hampir menyentuh ambang batas yang disepakati dalam Perjanjian Paris 2015, di mana dunia diminta untuk membatasi kenaikan suhu global maksimum menjadi 1,5 derajat Celsius.
Tahun 2023 juga menyaksikan rekor suhu harian global baru dan insiden gelombang panas ekstrem yang melanda beberapa wilayah di Asia dan Eropa.
Penyebab utama perubahan ini adalah peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, yang disebabkan oleh aktivitas pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan pola produksi industri yang tidak berkelanjutan. Hal ini telah memicu perubahan iklim dengan laju yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Menurut para ahli, kejadian iklim ekstrem yang terjadi pada tahun 2023 bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari pola yang lebih luas yang menunjukkan perubahan iklim yang semakin nyata.
“Rekor iklim yang terjadi di tahun 2023 bukanlah kejadian acak atau kebetulan, melainkan tanda-tanda jelas dari pola yang lebih besar dan lebih mengkhawatirkan yaitu perubahan iklim yang semakin nyata,” kata dia dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (18/2/24).
Kemudian, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menyatakan bahwa perubahan iklim memiliki dampak besar bagi Bumi dan semua makhluk yang menghuninya. Salah satu sektor yang paling terdampak adalah pertanian, yang dapat mengancam ketahanan pangan nasional.
“Perubahan iklim menjadi tanggung jawab bersama. Karenanya perlu upaya bersama dan berkelanjutan untuk menahan lajunya dan mengurangi dampaknya,” pungkasnya.
Komentar