Menguak Tabir Mafia Tanah Dan Misteri Hukum Terkait Tanah Di Pasaman

Lebih detail dibeberkan Bimar Siregar kepada JurnalpatroliNews melalui telepon genggam belum lama ini, bahwa sejak semula, karena diawalnya ada kawan sekampungnya bernama Hamsir Siregar yang bekerja sama dengan Suritno bos PT.RCM Tangcity Busines Park Tangerang Kota, datang  melakukan pengecekan atas tanah seluas 68.222 m2, yang pengelolaan dan penguasaan fisiknya murni dikuasai keluarganya dan Sertifikat SHM adalah atas nama istrinya bernama Hati Dermawan, termasuk dengan semua suratsuratnya semua sertifikat atas nama Hati Dermawan sebagaimana tertulis dibuku sertifikat, termasuk SHM No.6009/Lingkuang Aua atas nama Hati Dermawan.

Dalam penjelasan Bimar Siregar, akibat kasus sengketa tanahnya itu hingga menyeret dirinya ke penjara dan saat ini dia sedang berupaya melakukan upaya “banding” di tingkat Pengadilan Tinggi Tangerang. Kedengaran Birma Siregar dengan gamblang saat menjelaskan kasus yang menimpa dirinya, bahwa awal hingga ada niatnya melakukan upaya banding atas putusan hakim Tangerang, adalah setelah dirinya membaca dan memperhatikan Putusan “in casu” berikut dengan pertimbangan hukumnya serta dikaitkan dengan fakta persidangan.

Dia, Birma Siregar mengaku bahwa dirinya baru sadar berkaitan Putusan hakim yang dijatuhkan kepadanya, hukuman yang diberikan Majelis Hakim Tingkat Pertama terhadap dirinya sangat tidak tepat, bahkan menurutnya sangat keliru sehingga menimbulkan ketidak-adilan bagi hak hidupnya selaku yang merasa dirugikan oleh pelapor.

Dijelaskannya, bahwa keputusan Majelis Hakim Tingkat Pertama, dinilainya telah salah dan sangat keliru dalam menerapkan hukum berkenaan dengan Pasal 378 KUHP (Dakwaan Kedua), apalagi putusan jika dikaitkan dengan fakta persidangan dalam perkara lahan miliknya.

Dirinya merasa heran dengan di Vonis hakim telah melakukan tindak pidana penipuan bersama Istri dan anaknya terjadi di Kantor PT. RCM Tangcity Busines Park Tangerang Kota, sehingga diputus bersalah dan dihukum dengan hukuman pidana penjara satu tahun delapan bulan.

Dikemukakannya, bahwa putusan pemidanaan tersebut jelas sangat tidak adil dan tidak mencerminkan asas keadilan, kemanfaatan dan asas persamaan kedudukan sama dihadapan hukum (equality before the law), karena dalam perkara ini majelis hakim tingkat pertama tidak cermat dalam melihat faktafakta yang sebenarnya apa yang sudah terjadi sehingga menimbulkan penafsiran dan putusan yang keliru, patut diduga hakim kurang memahami fakta yang sebenarnya apa yang terjadi, tandasnya.

Komentar