Mencermati Hasrat Libido KPK Untuk Menjadi Lembaga Fully Super Body

Yang jadi pertanyaannya adalah, KPK berwenang menangani sendiri semua tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh subjek hukum yang mana ? Apakah subyek hukum orang yang berstatus militer dan subjek hukum orang yang berstatus non militer atau sipil ?

Semua orang tahu bahwa KPK itu dilahirkan oleh UU 30/2002 tentang KPK. Pasal 54 ayat (1) UU 30/2002 ttg KPK mengatur bahwa :

(1) Pengadilan TINDAK PIDANA KORUPSI berada di LINGKUNGAN PERADILAN UMUM.

Jadi sangat jelas bahwa PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI (TIPIKOR) yang ditangan KPK  HANYA DILINGKUNGAN PERADILAN UMUM SAJA. Artinya KPK hanya menangani perkara TIPIKOR oleh orang yang berstatus non militer atau sipil saja.

Lalu bagaimana bila terjadi suatu tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama oleh orang yang berstatus militer dan orang yang berstatus non militer atau sipil.

Untuk mengadili TIPIKOR yang dilakukan secara bersama-sama oleh orang yang berstatus militer dan orang yang berstatus non militer atau sipil dibentuk Peradilan Koneksitas.

Peradilan Koneksitas dibentuk apabila terjadi tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer.

Jadi sangat jelas bahwa Peradilan Koneksitas itu berada DILUAR PERADILAN UMUM, sehingga berada DILUAR JANGKAUAN KPK. Artinya KPK tidak berwenang menangani TIPIKOR yang dilaksanakan pada Peradilan Koneksitas.

2. Pernyataan kedua :

“Karenanya konsep koneksitas harus diterjemahkan sebagai penanganan perkara secara utuh atau satu dan bukan dipisahkan apalagi diserahkan atau dilepaskan”.

Tanggapan kedua :

Pada dasarnya menurut UUD 45 bahwa Peradilan militer dan Peradilan Umum itu mutlak terpisah. Akan tetapi penanganan perkara TIPIKOR harus secara utuh dan tidak boleh tarpisah. Agar supaya penanganan perkara TIPIKOR terlaksana secara utuh dan tidak terpisah itulah maka dibentuk Peradilan Koneksitas. Jadi Konsep Peradilan Koneksitas pada dasarnya memang agar penangan perkara secara utuh. Bukan “harus diterjemahkan sebagai penanganan perkara secara utuh atau satu penanganan perkara secara utuh” . Tanpa diterjemahkan pun pembentukan pengadilan Koneksitas tujuannya agar adanya satu penanganan perkara secara utuh.

Dalam peradilan Koneksitas tidak ada pemisahan. Kalau terjadi pemisahan maka judulnya akan berobah menjadi Peradilan militer dan Peradilan Umum.

KPK mutlak harus menyerahkan atau melepaskan perkara TIPIKOR kepada Jaksa Agung bila perkara TIPIKOR itu diadili di Peradilan Koneksitas. Alasannya sangat sederhana, bahwa Peradilan Koneksitas berada diluar Peradilan Umum sehingga berada diluar kewenangan KPK.

Ketika terjadi tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer, maka Jaksa Agung yang berwenang untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Hal itu diatur pada Pasal 39 UU 31/1999 tentang TIPIKOR yang materi selengkapnya berbunyi :

Jaksa Agung mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada Peradilan Umum dan Peradilan Militer.

Komentar