Menggugat Keprihatinan Perguruan Tinggi

Oleh: Mayjen TNI (Purn) Dr. Saurip Kadi

JurnalPatroliNews – Ratusan kaum terdidik dari 30 an lebih Perguruan Tinggi se Indonesia menjelang Pemilu menyampaikan keprihatinan tentang kemerosotan keadaban bangsa akibat praktek demokrasi tanpa etika moral. Tanpa memahami  bagaimana serunya “pertarungan” politik dalam proses pencalonan Capres/Wapres, mereka dengan terang-terangan maupun tersamar mem “vonis” Presiden Jokowi telah melakukan nepotisme.  

Menjadi sangat mengenaskan karena alasan yang mendasari lahirnya keprihatinan termaksud, tak lebih hanyalah symthom semata, sama sekali bukan sejatinya penyakit yang diderita bangsa dan apalagi penyebab fundamental yang membuat sebagian besar elit bangsa mengindap penyakit tersebut, yaitu bobroknya etika moral dalam menjalankan kekuasaan negara. Menjadi wajar, kalau terkesan seolah salah kelola negara termaksud baru terjadi sekarang, padahal kondisi tersebut sudah lama berlangsung, tepatnya sejak Orde Baru.

Dalam kaitan itulah, Penulis “menggugat” keprihatinan mereka, agar kedepan Perguruan Tinggi mengambil posisi menjadi “Bintang yang mampu memberi arah dan juga keindahan terlebih saat bangsa ini dalam kegelapan”, bukan malah ikut meramaikan “gonggongan anjing liar” berebut sisa bangkai yang ditinggalkan Raja Hutan dan kroninya yang tak kenal istilah kenyang.

Elit Bangsa Penyembah Berhala. 

Perihal bobroknya etika moral dari sebagian besar elit penyelenggara negara tak terkecuali dilingkungan TNI dan Polri adalah fakta sosial yang tak terbantahkan. Bagaimana tidak bobrok, kalau tanpa “berbisnis sampingan” maupun warisan, dengan gaji kecil tapi mereka bisa menjadi kaya raya dan tanpa malu pamer kepada publik. Lebih dari itu, mereka meyakini bahwa kekayaan yang dimilikinya adalah rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa. Padahal harta yang mereka miliki niscaya diperoleh dengan cara “abuse of power” melalui praktek mafia, korupsi, kolusi dan juga nepotisme.

Boleh saja mereka rajin melakukan ritual agama masing-masing dan tampil sangat religious, tapi sesungguhnya mereka adalah penyebah berhala (Materi, Pangkat dan Jabatan) sebagaimana yang digambarkan sejumlah kitab suci. Penulis adalah saksi Sejarah sekaligus bagian dari Pelaku, bagaimana kekuasaan dimanfaatkan oleh Penguasa untuk memperkaya diri, dengan sedikit perbedaan dimana penulis selaku pejabat yang tidak kotor, hanya tidak bersih saja. Disamping itu penulis sejak masih muda sudah mengingatkan hal tersebut, melalui sejumlah karya tulis dan buku.  

Komentar